BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Melihat
begitu pentingnya pendidikan dalam pembentukan sumber daya manusia, maka
peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan secara
berkesinambungan guna menjawab perubahan zaman. Masalah peningkatan mutu
pendidikan tentulah sangat berhubungan dengan masalah proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang sementara ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan
kita masih banyak yang mengandalkan cara-cara lama dalam penyampaian materinya.
Di masa sekarang banyak orang mengukur keberhasilan suatu pendidikan hanya
dilihat dari segi hasil. Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh
dalam melaksanakannya dan mencakup berbagai aspek, baik aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik, sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya
selain dilihat dari segi kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di
sekolah-sekolah.
Peningkatan
kualitas pendidikan harus dipenuhi melalui peningkatan kualitas dan
kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Pembaharuan kurikulum
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa
mengesampingkan nilai-nilai luhur sopan santun dan etika serta didukung
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, karena pendidikan yang
dilaksanakan sedini mungkin dan berlangsung seumur hidup menjadi tanggung jawab
keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Tugas
utama guru adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga terjadi
interaksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Interaksi
tersebut sudah pasti akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dirumuskan
Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah agar siswa
memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan mampumenggunakan metode ilmiah,
bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih
menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam (Depdikbud, 1997:2).
Pembelajaran IPAmemiliki fungsi yang fundamental dalam menimbulkan serta
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan
tersebut dapat tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan
dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu melalui proses dan sikap ilmiah. Mutu
pembelajaran IPA perlu ditingkatkan secara berkelanjutan untuk mengimbangi perkembangan
teknologi. Sehingga seorang guru harus dapat mengetahui karakteristik peserta
didik terlebih dahulu , untuk itu penulis membuat makalah mengenai “Teori-Teori
Belajar dan Pendekatan Pembelajaran IPA di SD”.
1.2 Tujuan
Penulisan
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran IPA SD yang diberikan
oleh dosen pengampu yaitu Bapak Udin Samsudin, M.Pd. Selain itu untuk
memberikan suatu pengetahuan kepada mahasiswa sebagai bahan diskusi kelas.
1.3 Rumusan
Masalah
a. Apa
pengertian Teori dan Belajar?
b. Apa
saja Teori-teori Belajar?
c. Bagaimana Pendekatan Pembelajaran IPA di SD?
1.4 Metode
Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini penulis menggunakan metode pustaka, yaitu dengan melihat
sumber dari buku dan internet.
1.5 Sistematika
Penulisan
Berikut
adalah sistematika penulisan makalah ini:
BAB I
Pendahuluan terdiri atas latar
belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Pembahasan
terdiri atas pengertian teori dan belajar, teori-teori dalam belajar, dan
pendekatan pembelajaran IPA di SD.
BAB III
Penutup terdiri atas Simpulan dan Saran.
Untuk
mempertanggungjawabkan penulisan disertai daftar pustaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori dan Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), teori memiliki banyak arti. Pertama,
pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan yang didukung oleh data
dan argumentasi, kedua, penyelidikan eksperimental
yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, dan
argumentasi, ketiga, asas dan
hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau pun pengetahuan, dan keempat,
pendapat, cara, atau aturan untuk melakukan sesuatu.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau
latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon.
2.2
Teori-Teori Belajar
2.2.1. Teori Belajar
Secara Filosofis
1.
Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar Kognitivisme
Teori belajar
kognitif mulai
berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang
telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi
diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif
ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada
pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat
membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa
dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat
keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya
dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
2.2.2 Teori Belajar Secara Psikologis
1.
Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa
hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari
eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek
yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness, artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit
ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise, artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan
Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan
Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of Respondent
Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.
Law of Respondent
Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari
eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of operant conditining yaitu
jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
2.
Law of operant extinction yaitu
jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d.
Social
Learning menurut Albert Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang
relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling).
Teori
ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu
akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya
masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya
yang disebutContiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the
treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method),
Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Kelebihan Teori
Behavioristik
1. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimulus
lainnya dan seterusnya sampai reson yang diinginkan muncul
2.
Tori
ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
yang mengandung unsur-unsur kecepatan,spontanitas,dan daya tahan
3. Teori behavioristik juga cocok diginakan untuk melatih
anak-anak yang msih membutuhkan dominasi peran orang dewasa,suak mengulangi dan
dibiasakan,suka meniru dan sengan dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan Teori
Behavioristik
1. Cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir
linier,konvergen,tidak kreatif,tidak roduktif dan cenderung mendudkkan siswa
sebagai individu yang pasif
2. Pembelajaran siswa yang berpusat oada guru dan
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan di ukur.
3. Penerapan metode yang salah dalam pembeljaran
mengakibatkan terjadinya poses oembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa.
2. Teori Belajar Kognitif Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu
sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu
yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa
perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :
a.
Sensory motor
b.
Pre
operational
c.
Concrete
operational
d.
Formal
operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu
yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah “the process by which a person takes material
into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of
their senses to make it fit” dan
akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of
assimilation”.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara
aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan
cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang
harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam
kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
Asumsi yang mendasari
teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan
informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu:
1. Motivasi
2. Pemahaman
3.
Pemerolehan
4.
Penyimpanan
5. Ingatan Kembali
6.
Generalisasi
7. Perlakuan
8. Umpan
balik.
4. Teori
Belajar Gestalt
Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a.
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship), yaitu menganggap bahwa setiap
bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek
seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar
belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
b.
Kedekatan (proxmity),
bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
c.
Kesamaan (similarity),
bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu
obyek yang saling memiliki.
d.
Arah bersama (common
direction), bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah
yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
e.
Kesederhanaan (simplicity),
bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan
susunan simetris dan keteraturan.
f.
Ketertutupan (closure)
bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan
yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi
yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a.
Perilaku “Molar“
hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular”
adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan
perilaku “Molar” adalah perilaku
dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah,
bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”.
Perilaku “Molar” lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
b.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah
membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan
geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan
behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari
jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan
geografis).
c.
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal
atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap
keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang,
seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari
prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.
d.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris
adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang
statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan
tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.
Pengalaman tilikan (insight), bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu
yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis
dengan proses kehidupannya.
c.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior), bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena
itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan
membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.
Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
e.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola
perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan
Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari
suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar
akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
2.3 Pendekatan
Pembelajaran IPA di SD
Pendekatan
pembelajaran adalah titik tolak (guru) terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran. Beberapa
Pendekatan Dalam Pembelajaran IPA di SD
a. Pendekatan Ekspositori
Pendekatan
ini lebih bersifat “memberi tahu”. Artinya guru lebih dominan dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini siswa bersifat pasif, hanya menerima
pelajaran yang diberikan oleh guru. Yang dilakukan guru pada pendekatan ini umumnya
adalah memberi ceramah, mendemonstrasikan sesuatu dan lain-lain.
Keuntungan dengan menggunakan pendekatan
ini adalah bahwa bahan pelajaran dapat diselesaikan dengan cepat dan dimengerti
oleh siswa. Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai DDCH (Duduk, Dengar,
Catat, Hafal). Sehingga dalam pendekatan ini gurunya aktif sedangkan siswanya
pasif.
b. Pendekatan
Inkuiri
Pendekatan
ini lebih bersifat “mencari tahu”. Artinya siswa sangat aktif mencari sendiri
informasi yang ia perlukan. Dalam pendekatan ini dominasi guru lebih sedikit.
Dari penjelasan tersebut, dapat kita ketahui bahwa pendekatan inkuari bertolak
belakang dengan pendekatan ekspositori. Pendekatan ini menginginkan keaktifan
siswa untuk memperoleh informasi sampai menemukan konsep-konsep IPA. Dalam
pendekatan ini guru membimbing siswa menemukan sendiri konsep-konsep itu
melalui kegiatan belajarnya.
Ditinjau
dari kadar keterlibatan guru dalam pembelajaran, pendekatan ini terdiri dari :
1.
Pendekatan Free Discovery (Penemuan Bebas)
Dengan
pendekatan ini siswa diberi kebebasan untuk memilih sendiri masalah yang akan
dipelajari maupun cara untuk memecahkan masalah tersebut. Pendekatan ini cocok
bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan untuk berfikir formal. Namun menurut
pengalaman piaget, ternyata tidak banyak anak usia SD yang sudah mencapai
tingkat pemikiran semacam itu.
2.
Pendekatan Guide Discovery (Penemuan Terbimbing).
Pendekatan
ini dapat dikatakan sebagai gabungan dari pendekatan ekspositori dengan
inkuari, tujuannya adalah untuk mendapatkan efektivitas yang optimal khususnya
bagi anak usia SD. Carin dan Sund (1985) mengatakan anak-anak yang masih sangat
muda, perlu mendapat bimbingan guru yang relatif besar.
Pendekatan
ini merupakan pendekatan yang paling tepat digunakan untuk anak usia SD. Dalam
hal ini siswa aktif melakukan eksplorasi atau observasi atas bimbingan guru.
Kegiatan ini dapat meningkatkan intelektual siswa, dan hasil belajar menjadi
lebih tinggi serta dapat mengembangkan sikap positif terhadap IPA.
3.
Pendekatan Eksploratory Discovery (Penemuan
Eksploratorik). Dalam pendekatan ini tugas guru antara lain:
a.
Melontarkan masalah-masalah dan mengundang siswa untuk
memecahkan masalah tersebut.
b.
Memberi motivasi belajar.
c.
Membantu siswa yang benar-benar memerlukan agar tidak
mengalami jalan buntu atau frustasi.
d.
Bila perlu, guru sebagai narasumber.
Keuntungan
dengan menggunakan pendekatan ini antara lain:
a.
Dapat memberi kemampuan awal kepada siswa untuk
melakukan sendiri suatu penelitian.
b.
Dapat memacu keberanian siswa untuk melakukan
penelitian secara mandiri dimasa yang akan datang.
c.
Pendekatan Proses
Pendekatan
ini senada dengan pendekatan inkuari, karena pendidikan ini menginginkan
keaktifan siswa dan juga guru tidak dominan dalam proses
pembelajaran tetapi bertindak sebagai organisator dan fasilitator saja.
Pendekatan
ini memiliki ciri-ciri khusus:
a.
Ilmu pengetehuan tidak dipandang sebagai produk semata
tetapi sebagai proses.
b.
Siswa dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan
memproses informasi dalam pikirannya.
d. Pendekatan
Konsep
Konsep
adalah suatu ide yang menghubungkan beberapa fakta. Dalam pencapaian atau
pembentukan konsep biasanya peserta didik memerlukan benda-benda konkrit untuk
diotak-atik, eksplorasi fakta-fakta dan ide-ide secara mental. Pendekatan konsep
memerlukan lebih dari sekedar menghafal, lebih menunjukkan gambaran yang lebih
tepat tentang IPA.
e. Pendekatan STM
Pendekatan
ini diyakini oleh para pakar pendidikan IPA di Amerika sebagai pendidikan IPA
yang paling tepat sebab mempersiapkan murid-murid untuk menghadapi abad ke 21
yaitu abad ketergantungan manusia kepada sains dan teknologi. Rasional dari
pendekatan ini adalah segala penemuan dalam bidang sains dan teknologi dapat
untuk kesejahteraan manusia. Didalam pendekatan IPA dengan pendekatan STM, guru
membantu murid-murid mempelajari sains dengan menggunakan isu-isu dalam
masyarakat yang merupakan dampak sains dan teknologi sebagai penata
pembelajaran IPA.
f. Pendekatan Factual
Pendekatan
ini menekankan penemuan fakta-fakta dalam IPA . Contoh informasi yang
didapatkan murid dengan pendekatan ini, misalnya ular termasuk golongan reptil,
merkurius adalah planet yang terdekat dengan matahari. Metode yang digunakan
dalam pendekatan ini adalah membaca, mengulang, melatih dan lain-lain. Pada
dasarnya pembelajaran IPA dengan pendekatan ini akan menimbulkan kebosanan pada
diri murid-murid dan tidak memberikan gambaran yang benar tentang IPA.
g.
Pendekatan Terpadu
(Integrated Approach)
Pendekatan ini intinya adalah memadukan dua unsur
pembelajaran atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran dengan prinsip
keterpaduan tertentu. Unsur pembelajaran yang dapat dipadukan dapat berupa
konsep dan pro-ses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata
pelajaran lain, atau suatu metode dengan metode lain. Dengan prinsip
keterpaduan antar unsur pembelajaran diharapkan terjadi peningkatan pemahaman
ilmu yang lebih bermakna serta peningkatan wawasan dalam memandang suatu
permasalahan.
Prinsip
keterpaduan dapat diciptakan melalui jembatan berupa tema sentral sebagai fokus
yang akan ditinjau dari beberapa konsep dalam satu atau beberapa bidang ilmu.
Selain itu dapat pula melalui jembatan berupa target perilaku atau keterampilan
tertentu yang dibutuhkan bukan hanya oleh satu disiplin ilmu saja.
Keragaman unsur yang dilibatkan dalam pembelajaran
dapat memperkaya pengalaman belajar siswa, kegiatan belajar menjadi lebih
dinamis dan menarik serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu
apabila pendekatan terpadu ini dilakukan secara sistematis dapat mengefisienkan
penggunaan waktu.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada
teori-teori belajar dan pendekatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah
Dasar memiliki banyak kajian yang berbeda berdasarkan teori-teori yang telah
dikembangkan oleh para ahli. Seperti dalam bagiannya teori filosofis dibagi
menjadi tiga bagian teori yaitu, teori behaviorisme, kognitivisme, dan
konstruktivisme. Dan teori psikologi pun dibagi dalam beberapa bagian yaitu,
teori behaviorisme, teori kognitif piaget, teori pemrosesan informasi, dan
teori gestalt.
Ada pula yang dinamakan pendekatan dalam proses
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar seperti, pendekatan
ekspositori, pendekatan inkuiri, pendekatan proses konsep, pendekatan STM,
pendekatan factual, dan pendekatan terpadu. Pendekatan ini pula memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Dan dalam proses mengajar teori maupun pendekatan
yang digunakan berbeda. Namun dalam penerapannya hal tersebut saling berkaitan,
sehingga banyak orang menganggap bahwa itu adalah sama. Pendekatan itu sendiri
dapat diartikan sebagai titik tolak (guru) terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum. Sedangkan teori adalah pendapat
yang didasarkan pada penelitian dan penemuan yang didukung oleh data dan
argumentasi, kedua, penyelidikan eksperimental
yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, dan
argumentasi.
3.2 Saran
Sebagai calon seorang guru yang nantinya
akan mengajar dalam kelas, kita harus memiliki wawasan yang luas, tentang
bagaimana cara mengajar yang menarik bagi siswa dan tidak membosankan. Semoga kita
dapat memahami dan menggunakan teori-teori serta pendekatan yang sesuai dengan
situasi dan keadaan kelas, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan
dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik.
sahabatguru.wordpress.com/strategi-pembelajaran-ipa-untuk-sekolah dasar.
ra mutuu yuuuuuuuu
BalasHapus