Selasa, 05 November 2013

NASKAH MONOLOG "POHON USANG DITENGAH TAMAN"

SEORANG PEMAIN MEMASUKI SEBUAH AREA PERTUNJUKAN (PANGGUNG) KEMUDIAN MENANGIS TERSEDU, LALU TERTAWA, DAN BERLARI RIANG GEMBIRA MENUNJUKAN KEBAHAGIAANNYA YANG TERSEMBUNYI DALAM KESEDIHAN  MENUNGGU KEMATIAN

Aku adalah dambaan setiap diri manusia. Bagaimana tidak? Aku indah, tubuhku molek, berdiri tegar ditengah taman kota. Semua orang memandangiku, berlomba mendekatiku, aku adalah sang pemberi kedamaian, sejuk dalam dekapanku, tenang dan damai dalam pelukku. Yang sedih, yang menangis, yang gembira, yang tertawa, mereka beradu meminta perlindunganku dari kejamnya sang pemilik cahaya pagi. aku selalu siap menemani mereka, tak lelah aku dengar keluh kesahnya, berbagi canda tawanya, seringkali angin pun merebak berbisik mengajakku menggelitik mereka. tapi kini tidak lagi seorang pun sudi melihat keringnya tubuh ini, hampanya jiwa ini, tidak! Tidak seorang pun ! angin pun sudah tak lagi menyapaku. Kau kini nampak tua, bagaimana mungkin aku sudi berbisik mengajak kau menggelitik jiwa-jiwa itu! kau tak akan mampu memberikan kedamaian lagi. Sudahlah tunggu saja waktumu hingga ranting-ranting dan batangmu habis terkikis termakan rayap yang perlahan menggerogotimu hingga akhirnya kau pun tumbang. Atau kau mau menunggu amarahku? dan membiarkan aku meniupkan kedamaian abadi untuk kau, hingga ke akar-akar mu di muara kegelapan sana? Aku sendiri, ditengah taman yang hening dalam keramaian, yang kaku dalam pilu, yang ragu dalam derasnya waktu, yang menunggu mati karena sepinya ditinggal sang pemburu.

KEMUDIAN  MENJERIT.... DAN MENANGIS...
_END_

by
 DWI P. H