Jumat, 19 Oktober 2012

TUGAS INDIVIDU PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Perubahan-perubahan yang berlangsung begitu cepat menuntut kita untuk dapat mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan itu. Oleh karena itu, jika kita tidak ingin ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain maka pendidikan mutlak kita butuhkan untuk mengembangkan potensi anak di dalam negeri yang berperan sebagai aset negara yakni melalui proses pembelajaran.
            Sunarto (1994:1) menyatakan bahwa: “ Manusia adalah makhluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang. Sebagai mana di kenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapien, makhluk yang berbuat atau homofaber dan mahkluk yang dapat dididik atau homo educandum, merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat di gunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut”.
            Untuk itu, sebagai calon tenaga pendidik sudah seharusnya kita menguasai pendekatan, strategi, model dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan siswa untuk lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran serta memudahkan kita untuk mengarahkannya menuju masa depan yang lebih baik dengan melihat IQ, EQ, dan SQ yang mereka miliki.
1.2  Tujuan Penulisan
      Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang diberikan oleh dosen pengampu yaitu bapak Irfan Fauzi Rachmat, S.Pd. Selain itu untuk memberikan suatu pengetahuan tentang  Perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak Usia SD kepada mahasiswa.
1.3  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode pustaka, yaitu dengan melihat sumber dari buku dan internet.



1.4  Sistematika Penulisan
Berikut adalah sistematika penulisan makalah ini:
BAB I      Pendahuluan terdiri atas latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II    Identitas anak.
BAB III   Kajian Teoritis terdiri atas pengertian IQ, EQ dan SQ, pengertian kecerdasan, penemuan kecerdasan, IQ, EQ, dan SQ menurut para ahli, penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam kehidupan sehari-hari.
BAB IV   Metodologi Penelitian terdiri atas Teknik pengumpulan data,  instrumen (alat) pengumpulan data, dan lokasi penelitian (kondisi sosial).
BAB V    Hasil Penelitian terdiri atas orientasi, permasalahan yang dihadapi, dan solusi yang dapat dilakukan keluarga.
BAB VI   Penutup terdiri atas simpulan dan saran.

Untuk mempertanggungjawabkan penulisan disertai daftar pustaka dan
 lampiran-lampiran.













BAB II
IDENTITAS ANAK

Nama Lengkap                        :  Destri Milky Mareta
Nama Panggilan                      :  Dodo
Tempat, Tanggal, Lahir           :  Bogor, 31 Maret 2004
Umur                                       :  8 Tahun
Jenis Kelamin                          :  Perempuan
Agama                                     :  Islam
Alamat                                                : Kp. Kebon Awi RT 02/03 Nanggung Nanggung Bogor
Anak Ke                                  :  4 dari 4 Bersaudara
Sekolah                                   :  SDN Pasir Sari
Kelas                                       :  II SD
Cita-cita                                  :  Guru
Hobi                                        :  Jajan
Nama Orang Tua
                        Ayah                           :  Nuryadi
                        Ibu                               :  Yanti
Pekerjaan Orang Tua
                        Ayah                           :  Wiraswasta
                        Ibu                               :  Ibu Rumah Tangga
Makanan Favorit                     :  Roti Pisang Keju
Minuman Favorit                    :  Sprite




BAB III
KAJIAN TEORITIS
1.1  Pengertian IQ, EQ, dan SQ
 1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
      Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
            EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.
            Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan.
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
            Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
            Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya.

1.2 Kecerdasan Menurut Para Ahli
            Manusia adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan  melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling unggul dan akan menjadi unggul asalkan bisa menggunakan keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan ini dikatakan oleh William W Hewitt, pengarang buku The Mind Power, sebagai faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya.
            Sayangnya, menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia menganggurkan kecerdasan itu. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan dan seterusnya.

1.3 Penemuan Seputar Kecerdasan
            Thorndike adalah salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga, yaitu kecerdasan Abstrak adalah kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa, Kecerdasan Kongkrit adalah kemampuan memahami objek nyata dan Kecerdasan Sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional ( Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994)
            Pakar lain seperti Charles Handy juga punya daftar kecerdasan yang lebih banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial  (Inside Organizaion: 1990).
            Bahkan pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki daftar 25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan Visual / Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraksan diri dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik / Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal (Dr. Steve Hallam, Creative and leadership, Colloquium in Business, Fall: 2002).

1.4 Kecerdasan Intelektual, Emosional & Spiritual Menurut Para Ahli
1.    Kecerdasan Intelektual (IQ)
            Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
a.       Pemahaman absolut terhadap skor IQ .
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar.
b.      Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.

2. Kecerdasan Emosional (EQ)
            Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.

3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
            Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) mengatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ (Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001).
            Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan pengertian manusia dan sudah menjadi terkavling-kavling sedemikian rupa.      Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
1.5 Penerapan IQ, EQ, dan SQ Dalam Kehidupan
            IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses :
1. merumuskan keputusan,
2. menjalankan keputusan atau eksekusi,
3. menyikapi hasil pelaksanaan keputusan.
            Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi)  bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka – tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada.
            Rencana keputusan yang hendak kita ambil adalah hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika matematis untung rugi.



BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

1.1    Teknik Pengumpulan Data
a.     Observasi
            Observasi adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk mengamati, merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai. Untuk mengetahui kualitas proses kegiatan pembelajaran maka dilakukan observasi untuk mengetahui tingkat peran aktif anak selama proses kegiatan penelitian berlangsung. Peneliti melakukan observasi di salah satu tempat bermain anak dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.
b.    Wawancara
          Yang dimaksud wawancara di sini meliputi diskusi formal dan dialog informal selama berlangsungnya penelitian dengan anak tersebut. Hal ini untuk mengetahui pikiran si anak  yang tidak dapat digali melalui observasi.
c.    Studi Dokumenter
      Studi dokumenter diartikan sebagai usaha untuk memperoleh data dengan jalan menelaah catatan-catatan yang disimpan sebagai dokumen atau files. Teknik ini ditempuh untuk memperoleh data-data mengenai identitas anak.
d.   Studi Pustaka
          Studi pustaka diartikan sebagai teknik untuk memperoleh data atau informasi dari berbagai tulisan ilmiah baik cetak maupun elektronik yang menunjang penelitian. Teknik ini ditempuh untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai masalah yang diteliti, terutama dalam menentukan arah, metoda dan landasan teoritis penelitian.


1.2 Instrumen (alat) Pengumpulan Data
            Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar observasi berupa pertanyaan-pertanyaan sederhana yang akan disisi oleh anak dan angket yang diisi oleh orang tua anak.
1.3 Lokasi Penelitian ( Kondisi Sosial )
                Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah tempat bermain anak yang sedang diteliti, dan didalam rumah anak tersebut, yaitu di sebuah ruangan tempat menonton televisi keluarga. Tepatnya pada tanggal 15 Juni 2012.












BAB V
HASIL OBSERVASI
1.1  Orientasi
            Dalam kegiatan orientasi, ditemukan banyak permasalahan, yaitu sulitnya menemukan anak usia sekolah dasar yang akan dijadikan sampel untuk melakukan penelitian tentang  perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak usia sekolah dasar. Setelah menemukan anak usia sekolah dasar yang saya prediksikan dapat membantu tugas individu Perkembangan Peserta Didik, ternyata tidak semudah yang saya kira, permasalahan yang timbul semakin kompleks.
            Anak yang saya jadikan sampel penelitian adalah anak seorang tetangga yang rumahnya berdekatan sekali dengan saya, tepatnya rumah tersebut dibawah rumah saya, meskipun tetangga namun saya tidak begitu dekat dengan anak tersebut. Setelah sedikit melakukan pendekatan ternyata ia memiliki sifat pemalu, sehingga saya menemukan kesulitan untuk mendapatkan data yang saya butuhkan. Ketika saya menemui anak tersebut di rumahnya ia sedang bermain dengan temannya, awalnya saya melakukan pendekatan agar anak tidak merasa kaget dan merasa tidak seperti biasanya ada orang dewasa yang bertanya-tanya dan mengikuti permainan mereka.
            Sedikit demi sedikit saya mengalihkan pembicaraan dan mengalihkan permainan rumah-rumahan yang sedang mereka mainkan fokus kepada pertanyaan yang saya ajukan. Pertanyaan pertama yang saya ajukan adalah bertanya tentang identitas anak tersebut. Satu demi satu pertanyaan-pertanyaan yang saya tanyakan ia jawab, mulai dari nama lengkap, nama panggilan, tempat tanggal lahir, agama, umur, sekolah, kelas, cita-cita, siapa nama ayah, siapa nama ibu, makanan apa yang disuka, minuman apa yang disuka, dan sebagainya.
            Namun ketika saya bertanya tentang nama lengkapnya, dia seperti tidak tangkap dengan apa yang saya tanyakan karena dia sempat berfikir “siapa yah nama panjang aku”,
Namun dengan cepatnya ia menjawab ketika saya berikan pertanyaan apa hobi kamu?
Dengan lantang dan tidak ragu-ragu ia menjawab “ hobi aku jajan”. Sempat ia berfikir lama karena tidak mengetahui tempat dan tanggal lahirnya, kemudian setelah berfikir lama sambil senyum-senyum tidak karuan ia pun menanyakan kepada ibunya perihal tempat dan tanggal lahirnya. Saya pun memberikan pertanyaan seputar cita-citanya, dengan semangat ia menjawab “ aku ingin menjadi guru”.
            Setelah rangkaian seputar tentang identitas saya ajukan, akhirnya saya pun mengajukan pertanyaan yang lain secara perlahan, karena anak tersebut sedikit sulit untuk dimintai keterangan akibat rasa malu-malu yang ia miliki, mungkin karena tidak terbiasa dan serasa asing tiba-tiba saya bertanya demikian. Pertanyaan selanjutnya yang saya ajukan adalah bertanya apakah ia bisa membaca? Ia pun menjawab iya bisa namun masih dieja katanya. Akhirnya penelitian hari pertama saya sudahkan karena ia sangat tidak bersabar untuk bermain kembali dengan teman-temannya.
            Penelitian hari kedua pun saya lakukan karena saya masih membutuhkan keterangan lain. Sekitar pukul 19.00 saya mendatangi rumahnya kemudian melakukan pendekatan kembali disaat ia  sedang asyik menonton televisi bersama keluarganya. Setelah saya meminta izin kembali kemudian ia mau mendengarkan intrupsi dari saya, saya pun memulai untuk bertanya-tanya kembali tentang tes potensi akademik ( pertanyaan terlampir ). Dua pertanyaan saya ajukan namun dengan begitu cepat nampaknya kebosanan mulai ia rasakan, hingga pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan durasinya sangat lama.
            Untuk menarik perhatiannya, tiba-tiba saya membelikan ice cream kepada saudaranya yang berumur 6 tahun. Karena saya merasa kebingungan dalam membangkitkan emosionalnya. Setelah memberikan ice cream kepada saudaranya, tiba-tiba ia terdiam dan selalu melirik ke arah saudara sepupunya, seakan mau namun merasa malu karena ada saya dihadapan mereka. Keterangan yang saya dapatkan dari ibunya adalah, apabila tidak ada orang lain, pasti sudah merebut ice cream itu dan tidak mau mengalah. Melihat sikap yang ia tunjukan nampaknya ia tidak peduli dengan hal-hal disekitarnya, karena ia acuh tak acuh terhadap saya yang sedang meneliti dirinya.
            Saya pun tidak mau memaksakan untuk melanjutkan penelitian, karena nampaknya ia merasa jenuh dan kesal karena berfikir saya yang ditanya-tanya kenapa saudara saya yang mendapatkan ice cream. Ia pun cuek dan mengalihkan perhatian kepada sebuah handphone milik bibinya dan bermain games ular tangga. Akhirnya ibunya merasa geram dan memarahinya, kemudian ibunya berusaha untuk mengalihkan perhatiannya kembali kepada saya dan mengambil handphone tersebut dari si anak, dengan menjanjikan bahwa saya juga akan membelikan ice cream untuknya. Alhasil ia pun merasa tergoda karena akan mendapatkan ice cream. Saya pun perlahan mengajukan pertanyaan kembali untuknya seputar SQ, ketika saya bertanya, kamu suka sholat atau tidak? Malu-malu ia menjawab dengan menundukan kepala “ tidak”. Akhirnya pertanyaan pun usai saya ajukan, karena ia sudah terlihat tidak semangat untuk menjawabya. Namun sesuai perjanjian tadi bahwa saya juga akan membelikannya ice cream, ya dengan sedikit terpaksa saya pun membelikannya meskipun masih merasa kurang dalam penelitian tersebut.
            Ketika saya meminta izin untuk foto bareng ia menolak dan merengek-rengek tidak mau, akhirnya tidak ada satupun yang dapat saya dokumentasikan, entah merasa malu atau takut, saya pun tidak dapat memaksakannya.
            Keterangan lain yang saya butuhkan saya dapatkan dari ibu anak tersebut. Saya mengajukan pertanyaan dan memberikan angket setuju atau tidak setuju tentang suatu kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (angket terlampir). Mendengar keterangan dari ibunya yang saya simpulkan sebagai SQ si anak, bahwa dalam keadaan tertentu anak tersebut tidak mau tahu ada atau tidak ada uang ketika ia meminta uang untuk jajan, dalam keadaan punya atau tidak punya, ketika anak tersebut meminta uang untuk jajan, anak tersebut tidak akan bisa mengerti tentang keadaan yang sesungguhnya.

1.2  Hubungan Perkembangan  IQ, EQ, dan SQ dalam Penelitian
a.       Perkembangan IQ
Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Setelah melakukan penelitian sederhana, saya dapat menyimpulkan bahwa anak yang telah saya jadikan sampel memiliki IQ Normal biasanya penafsiran atau interpretasi tingkat kecerdasannya memiliki nilai 90-110. Hal itu saya dapatkan dari hasil penelitian yang saya lakukan, karena setiap pertanyaan yang saya ajukan tidak cepat dan tanggap ia jawab, bukan karena ia tidak bisa, namun mungkin karena faktor lain yang mempengaruhinya seperti ia tidak mudah terbuka kepada orang lain sehingga merasa malu menjawab pertanyaan orang lain yang tidak begitu dekat dengannya.
b.      Perkembangan EQ
            Emotional Intelligence atau Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
            Melihat sikap anak yang saya jadikan sampel seperti acuh tak acuh terhadap orang baru yang berada disekitarnya, karena ia terlihat sangat malu-malu ketika ditanya-tanya oleh orang baru. Ketika saya mencoba menarik perhatiannya dan memunculkan emosinya dengan memberikan ice cream kepada saudara sepupunya, nampaknya ia tidak peduli dan tidak berani menunjukkan langsung kekesalannya dihadapan orang yang belum terbiasa berada disekitarnya. Ia berhasil menahan emosinya untuk tidak marah dan merebut ice cream yang sebenarnya ia juga menginginkan ice cream tersebut.
c.       Perkembangan SQ
            Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa.
            Mendengar keterangan dari ibu si anak yang telah saya jadikan sampel penelitian, anak tersebut nampaknya kurang dapat mengolah kecerdasan spiritualnya, kerena ia tidak dapat menerima kenyataan dengan apa adanya dan tidak dapat memaknai setiap kejadian dengan positif. Adapun kaitannya bahwa kecerdasan spiritual berkaitan erat dengan pengolahan jiwa dan pendekatan kepada sang pencipta, anak tersebut ketika ditanya apakah sudah sholat? Ia menjawab tidak. Mungkin hal ini akibat dari faktor internal, nampaknya keluarganya pun tidak begitu antusias dan memaksakan secara perlahan mengajarkan tentang kewajibannya untuk sholat lima waktu. Keluarganya hanya terdiam dan menunggu kemauan si anak tersebut untuk dapat melakukannya sendiri tanpa didampingi dan mengajarkannya.

1.3  Permasalahan Yang Dihadapi
            Dari penelitian yang saya lakukan terhadap anak yang bernama Destri Milky Mareta yang kerap dipanggil Dodo, adalah sebagai berikut:
a.       Dodo adalah anak yang manja dan tidak mau menerima keadaan. Karena apabila ia meminta uang jajan dalam situasi apapun harus ada.
b.      Dodo memiliki sifat pemalu.
c.       Dodo termasuk orang yang suka memilih-milih teman dalam bergaul. Ia cenderung memiliki sifat yang jutek.
d.      Dia memiliki sifat acuh tak acuh terhadap orang lain termasuk saya yang meneliti.
e.       Ia sangat senang sekali bermain, dan lebih mementingkan main dan jajan dari pada yang lainnya, seperti minat belajarnya kurang.
1.4  Solusi Yang Dapat Dilakukan Keluarga
a.       Seharusnya orang tua tidak terlalu menuruti apa yang dia mau, agar anak dapat terbiasa menerima keadaan dalam situasi apapun.
b.      Sebaiknya orang tua dapat menegaskan kepada anak untuk memiliki sifat berani agar anak dapat mengetahui perilaku yang berani dan tidak takut.
c.       Orang tua juga harus mengawasi anak dalam bergaul, agar perilaku anak tidak menyimpang, dan tidak memilih-milih teman dalam bergaulnya.
d.      Orang tua juga dapat menegaskan kepada anak untuk mengajarkan tentang etika yang baik, bagaimana cara menghargai orang lain.
e.       Sebaiknya orang tua tidak membiarkan anak bermain diluar batas, orang tua juga harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan main si anak dan kewajibannya untuk melaksanakan tugas-tugasnya seperti belajar, mengaji, dan lain-lain.


BAB VI
PENUTUP
1.1  Simpulan
            Dengan melakukan penelitian sederhana terhadap anak usia sekolah dasar tentang perkembangan IQ, EQ, dan SQ, yang mereka miliki. Nampaknya anak dalam usia 8 tahun yang telah saya teliti, kurang begitu dapat mengolah kecerdasan tersebut. Dan ternyata, IQ bukanlah hasil mutlak yang tidak dapat diganggu gugat tentang kecerdasan intelektual yang seseorang miliki. IQ berhubungn tentang rasionalitas terhadap sesuatu, sedangkan EQ adalah pikiran emosional yang digerakkan oleh emosi. Sementara SQ itu sendiri merupakan kecerdasan yang  digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
1.2  Saran
Dari fakta yang saya dapatkan tentang  perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak usia SD
Sekiranya kita sebagai calon tenaga pendidik harus mampu mengetahui tentang sikap dan karakter anak agar mampu mengarahkan serta mencetak kepribadian anak menjadi lebih baik dan sebagai mana mestinya.
            Untuk orang tua, janganlah membiarkan anak begitu saja tanpa kita mengontrol tentang kecerdasan-kecerdasan IQ, EQ, dan SQ yang mereka miliki. Lebih perhatiakan tentang perkembangannya, karena anak dalam usia sekolah dasar masih dapat kita bentuk untuk menjadi manusia yang seutuhnya.

         




DAFTAR PUSTAKA

WWW. /pengertian-iq-eq-sq-dan-rq.html
WWW. /konsepsi-iq-eq-dan-sq-serta-implikasinya
WWW. forum.detik.com




















LAMPIRAN-LAMPIRAN

1.1  Pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepada anak ( sampel penelitian)
Ø  Tes Potensi Akademik
a.       1 + 1 = 2
b.      Dodo mempunyai uang sebesar Rp. 3000 dibelikan cireng sebesar Rp. 1500, kemudian dibelikan lagi roti pisang keju sebesar Rp. 800. Berapakah sisa uang jajan Dodo ?
c.       Ibu Fina mempunyai 5 orang anak, yang pertama bernama Ana, kedua Ani, ketiga Inu, keempat Ina. Siapakah nama kelima anaknya ibu Fina ?
d.      Dodo bermain sepeda bersama 3 orang temannya. Posisi pertama adalah hedem, kedua Oboy, dan ketiga Dodo. Kemudian Dodo menyalip Oboy. Ada dinomor berapakah posisi Dodo sekarang?
Ø  Tes Membaca
a.     Nama Saya Adalah Dodo, Hobi Saya Adalah Jajan.
b.    Saya Anak Yang Pintar dan Cita-cita Saya Adalah Menjadi Guru.

1.2  Angket atau Kuisioner  yang ditujukan untuk Orang Tua
1.      Ketika anak menangis meminta uang jajan, lebih baik kita mengabaikannya dan membiarkan anak tersebut menangis.
a.       Setuju
b.      Tidak Setuju
c.       Sangat Tidak Setuju

2.      Ketika anak membantah perintah Ibu sebaiknya anak dimarahi dan diberikan hukuman.
a.       Setuju
b.      Tidak Setuju
c.       Sangat Tidak Setuju
3.      Seorang anak terus meminta uang untuk jajan dan Ibu selalu mengabulkannya dengan alasan agar anak tidak menangis.
a.       Setuju
b.      Tidak Setuju
c.       Sangat Tidak Setuju
4.       Hal yang Ibu lakukan ketika anak tidak mau belajar adalah diam dan menunggu anak mau melakukannya sendiri.
a.       Setuju
b.      Tidak Setuju
c.       Sangat Tidak Setuju

Ø  Foto anak yang dijadikan sampel penelitian perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak usia SD bernama Destri Milky Mareta yang sering dipanggil Dodo.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar