BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perubahan-perubahan
yang berlangsung begitu cepat menuntut kita untuk dapat mengikuti dan
menyesuaikan dengan perubahan itu. Oleh karena itu, jika kita tidak ingin
ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain maka pendidikan mutlak kita butuhkan
untuk mengembangkan potensi anak di dalam negeri yang berperan sebagai aset
negara yakni melalui proses pembelajaran.
Sunarto (1994:1) menyatakan bahwa: “ Manusia
adalah makhluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang. Sebagai mana
di kenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapien,
makhluk yang berbuat atau homofaber dan mahkluk yang dapat dididik atau homo
educandum, merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat di
gunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia
tersebut”.
Untuk itu, sebagai calon tenaga
pendidik sudah seharusnya kita menguasai pendekatan, strategi,
model dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan siswa
untuk lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran serta memudahkan kita
untuk mengarahkannya menuju masa depan yang lebih baik dengan melihat IQ, EQ,
dan SQ yang mereka miliki.
1.2 Tujuan
Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang diberikan oleh dosen pengampu yaitu
bapak Irfan Fauzi Rachmat, S.Pd. Selain itu untuk memberikan suatu pengetahuan
tentang Perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak
Usia SD kepada mahasiswa.
1.3 Metode
Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan
metode pustaka, yaitu dengan melihat sumber dari buku dan internet.
1.4 Sistematika
Penulisan
Berikut adalah sistematika penulisan makalah ini:
BAB
I Pendahuluan
terdiri atas latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II Identitas anak.
BAB III Kajian Teoritis terdiri atas pengertian IQ,
EQ dan SQ, pengertian kecerdasan, penemuan kecerdasan, IQ, EQ, dan SQ menurut
para ahli, penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam kehidupan sehari-hari.
BAB IV Metodologi Penelitian terdiri atas Teknik
pengumpulan data, instrumen (alat)
pengumpulan data, dan lokasi penelitian (kondisi sosial).
BAB V Hasil Penelitian terdiri atas orientasi,
permasalahan yang dihadapi, dan solusi yang dapat dilakukan keluarga.
BAB VI Penutup terdiri atas simpulan dan saran.
Untuk
mempertanggungjawabkan penulisan disertai daftar pustaka dan
lampiran-lampiran.
BAB II
IDENTITAS ANAK
Nama Lengkap :
Destri Milky Mareta
Nama Panggilan :
Dodo
Tempat, Tanggal, Lahir : Bogor, 31 Maret 2004
Umur :
8 Tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
Agama :
Islam
Alamat :
Kp. Kebon Awi RT 02/03 Nanggung Nanggung Bogor
Anak Ke :
4 dari 4 Bersaudara
Sekolah :
SDN Pasir Sari
Kelas :
II SD
Cita-cita :
Guru
Hobi :
Jajan
Nama Orang Tua
Ayah : Nuryadi
Ibu
: Yanti
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : Wiraswasta
Ibu
: Ibu Rumah Tangga
Makanan Favorit :
Roti Pisang Keju
Minuman Favorit :
Sprite
BAB III
KAJIAN TEORITIS
1.1 Pengertian IQ, EQ, dan SQ
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Orang
sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah
ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak
dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan
sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang
dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para
neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia
memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran
rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient”
(IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.
Daniel
Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa
“kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang
80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional.
Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi
pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan.
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun
terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens).
Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the
Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa
SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk
menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya
kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya.
Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi
dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada
kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia
spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga,
dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain. Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang
berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari
pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan,
karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya.
1.2 Kecerdasan Menurut Para Ahli
Manusia
adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan
yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa
manusia adalah makhluk yang diciptakan paling unggul dan akan menjadi unggul
asalkan bisa menggunakan keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan ini
dikatakan oleh William W Hewitt, pengarang buku The Mind Power, sebagai faktor
yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya.
Sayangnya, menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia menganggurkan kecerdasan itu. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan dan seterusnya.
Sayangnya, menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia menganggurkan kecerdasan itu. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan dan seterusnya.
1.3 Penemuan Seputar Kecerdasan
Thorndike adalah salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga, yaitu kecerdasan Abstrak adalah kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa, Kecerdasan Kongkrit adalah kemampuan memahami objek nyata dan Kecerdasan Sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional ( Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994)
Pakar lain seperti Charles Handy juga punya daftar kecerdasan yang lebih banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial (Inside Organizaion: 1990).
Bahkan
pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki daftar
25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan Visual / Spasial,
Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraksan diri dengan alam), atau
Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan
Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik / Fisik (kemampuan
mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi
menjadi Intrapersonal dan Interpersonal (Dr. Steve Hallam, Creative and
leadership, Colloquium in Business, Fall: 2002).
1.4 Kecerdasan Intelektual, Emosional & Spiritual Menurut Para Ahli
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Sudah bertahun-tahun
dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer)
dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang.
Tetapi namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil
kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para
ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang
menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
a. Pemahaman absolut
terhadap skor IQ .
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar.
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar.
b. Cakupan
kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) mengatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ (Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001).
Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan pengertian manusia dan sudah menjadi terkavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
1.5 Penerapan IQ, EQ, dan SQ Dalam Kehidupan
IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses :
1. merumuskan keputusan,
2. menjalankan keputusan atau eksekusi,
3. menyikapi hasil pelaksanaan keputusan.
Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi) bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka – tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada.
Rencana keputusan yang hendak kita ambil adalah hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika matematis untung rugi.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1.1
Teknik Pengumpulan Data
a.
Observasi
Observasi adalah semua kegiatan yang
dilakukan untuk mengamati, merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari
proses dan hasil yang dicapai. Untuk mengetahui kualitas proses
kegiatan pembelajaran maka dilakukan observasi untuk mengetahui tingkat peran
aktif anak selama proses kegiatan penelitian berlangsung. Peneliti melakukan
observasi di salah satu tempat bermain anak dengan langkah-langkah yang
ditempuh untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.
b. Wawancara
Yang
dimaksud wawancara di sini meliputi diskusi formal dan dialog informal selama
berlangsungnya penelitian dengan anak tersebut. Hal ini untuk
mengetahui pikiran si anak yang tidak
dapat digali melalui observasi.
c.
Studi Dokumenter
Studi dokumenter diartikan
sebagai usaha untuk memperoleh data dengan jalan menelaah catatan-catatan yang
disimpan sebagai dokumen atau files. Teknik ini ditempuh untuk memperoleh
data-data mengenai identitas anak.
d. Studi
Pustaka
Studi pustaka diartikan
sebagai teknik untuk memperoleh data atau informasi dari berbagai tulisan
ilmiah baik cetak maupun elektronik yang menunjang penelitian. Teknik ini
ditempuh untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai masalah yang
diteliti, terutama dalam menentukan arah, metoda dan landasan teoritis
penelitian.
1.2 Instrumen (alat) Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar
observasi berupa pertanyaan-pertanyaan sederhana yang akan disisi oleh anak dan
angket yang diisi oleh orang tua anak.
1.3 Lokasi Penelitian (
Kondisi Sosial )
Lokasi penelitian dalam
penelitian ini adalah tempat bermain anak yang sedang diteliti, dan didalam
rumah anak tersebut, yaitu di sebuah ruangan tempat menonton televisi keluarga.
Tepatnya pada tanggal 15 Juni 2012.
BAB V
HASIL OBSERVASI
1.1 Orientasi
Dalam
kegiatan orientasi, ditemukan banyak permasalahan, yaitu sulitnya menemukan
anak usia sekolah dasar yang akan dijadikan sampel untuk melakukan penelitian
tentang perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak
usia sekolah dasar. Setelah menemukan anak usia sekolah dasar yang saya
prediksikan dapat membantu tugas individu Perkembangan Peserta Didik, ternyata
tidak semudah yang saya kira, permasalahan yang timbul semakin kompleks.
Anak
yang saya jadikan sampel penelitian adalah anak seorang tetangga yang rumahnya
berdekatan sekali dengan saya, tepatnya rumah tersebut dibawah rumah saya,
meskipun tetangga namun saya tidak begitu dekat dengan anak tersebut. Setelah
sedikit melakukan pendekatan ternyata ia memiliki sifat pemalu, sehingga saya
menemukan kesulitan untuk mendapatkan data yang saya butuhkan. Ketika saya
menemui anak tersebut di rumahnya ia sedang bermain dengan temannya, awalnya
saya melakukan pendekatan agar anak tidak merasa kaget dan merasa tidak seperti
biasanya ada orang dewasa yang bertanya-tanya dan mengikuti permainan mereka.
Sedikit
demi sedikit saya mengalihkan pembicaraan dan mengalihkan permainan
rumah-rumahan yang sedang mereka mainkan fokus kepada pertanyaan yang saya
ajukan. Pertanyaan pertama yang saya ajukan adalah bertanya tentang identitas
anak tersebut. Satu demi satu pertanyaan-pertanyaan yang saya tanyakan ia
jawab, mulai dari nama lengkap, nama panggilan, tempat tanggal lahir, agama,
umur, sekolah, kelas, cita-cita, siapa nama ayah, siapa nama ibu, makanan apa
yang disuka, minuman apa yang disuka, dan sebagainya.
Namun
ketika saya bertanya tentang nama lengkapnya, dia seperti tidak tangkap dengan
apa yang saya tanyakan karena dia sempat berfikir “siapa yah nama panjang aku”,
Namun dengan cepatnya ia menjawab
ketika saya berikan pertanyaan apa hobi kamu?
Dengan lantang dan tidak ragu-ragu
ia menjawab “ hobi aku jajan”. Sempat ia berfikir lama karena tidak mengetahui
tempat dan tanggal lahirnya, kemudian setelah berfikir lama sambil
senyum-senyum tidak karuan ia pun menanyakan kepada ibunya perihal tempat dan
tanggal lahirnya. Saya pun memberikan pertanyaan seputar cita-citanya, dengan
semangat ia menjawab “ aku ingin menjadi guru”.
Setelah
rangkaian seputar tentang identitas saya ajukan, akhirnya saya pun mengajukan
pertanyaan yang lain secara perlahan, karena anak tersebut sedikit sulit untuk
dimintai keterangan akibat rasa malu-malu yang ia miliki, mungkin karena tidak
terbiasa dan serasa asing tiba-tiba saya bertanya demikian. Pertanyaan
selanjutnya yang saya ajukan adalah bertanya apakah ia bisa membaca? Ia pun
menjawab iya bisa namun masih dieja katanya. Akhirnya penelitian hari pertama
saya sudahkan karena ia sangat tidak bersabar untuk bermain kembali dengan
teman-temannya.
Penelitian
hari kedua pun saya lakukan karena saya masih membutuhkan keterangan lain.
Sekitar pukul 19.00 saya mendatangi rumahnya kemudian melakukan pendekatan
kembali disaat ia sedang asyik menonton
televisi bersama keluarganya. Setelah saya meminta izin kembali kemudian ia mau
mendengarkan intrupsi dari saya, saya pun memulai untuk bertanya-tanya kembali
tentang tes potensi akademik ( pertanyaan terlampir ). Dua pertanyaan saya
ajukan namun dengan begitu cepat nampaknya kebosanan mulai ia rasakan, hingga
pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan durasinya sangat lama.
Untuk
menarik perhatiannya, tiba-tiba saya membelikan ice cream kepada saudaranya
yang berumur 6 tahun. Karena saya merasa kebingungan dalam membangkitkan
emosionalnya. Setelah memberikan ice cream kepada saudaranya, tiba-tiba ia
terdiam dan selalu melirik ke arah saudara sepupunya, seakan mau namun merasa malu
karena ada saya dihadapan mereka. Keterangan yang saya dapatkan dari ibunya
adalah, apabila tidak ada orang lain, pasti sudah merebut ice cream itu dan
tidak mau mengalah. Melihat sikap yang ia tunjukan nampaknya ia tidak peduli
dengan hal-hal disekitarnya, karena ia acuh tak acuh terhadap saya yang sedang
meneliti dirinya.
Saya
pun tidak mau memaksakan untuk melanjutkan penelitian, karena nampaknya ia
merasa jenuh dan kesal karena berfikir saya yang ditanya-tanya kenapa saudara
saya yang mendapatkan ice cream. Ia pun cuek dan mengalihkan perhatian kepada
sebuah handphone milik bibinya dan bermain games ular tangga. Akhirnya ibunya
merasa geram dan memarahinya, kemudian ibunya berusaha untuk mengalihkan
perhatiannya kembali kepada saya dan mengambil handphone tersebut dari si anak,
dengan menjanjikan bahwa saya juga akan membelikan ice cream untuknya. Alhasil
ia pun merasa tergoda karena akan mendapatkan ice cream. Saya pun perlahan
mengajukan pertanyaan kembali untuknya seputar SQ, ketika saya bertanya, kamu
suka sholat atau tidak? Malu-malu ia menjawab dengan menundukan kepala “
tidak”. Akhirnya pertanyaan pun usai saya ajukan, karena ia sudah terlihat
tidak semangat untuk menjawabya. Namun sesuai perjanjian tadi bahwa saya juga
akan membelikannya ice cream, ya dengan sedikit terpaksa saya pun membelikannya
meskipun masih merasa kurang dalam penelitian tersebut.
Ketika
saya meminta izin untuk foto bareng ia menolak dan merengek-rengek tidak mau,
akhirnya tidak ada satupun yang dapat saya dokumentasikan, entah merasa malu
atau takut, saya pun tidak dapat memaksakannya.
Keterangan
lain yang saya butuhkan saya dapatkan dari ibu anak tersebut. Saya mengajukan
pertanyaan dan memberikan angket setuju atau tidak setuju tentang suatu
kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (angket terlampir).
Mendengar keterangan dari ibunya yang saya simpulkan sebagai SQ si anak, bahwa
dalam keadaan tertentu anak tersebut tidak mau tahu ada atau tidak ada uang
ketika ia meminta uang untuk jajan, dalam keadaan punya atau tidak punya,
ketika anak tersebut meminta uang untuk jajan, anak tersebut tidak akan bisa
mengerti tentang keadaan yang sesungguhnya.
1.2 Hubungan
Perkembangan IQ, EQ, dan SQ dalam
Penelitian
a. Perkembangan
IQ
Intelligence
Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan
demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Setelah melakukan penelitian sederhana, saya dapat menyimpulkan bahwa anak yang
telah saya jadikan sampel memiliki IQ Normal biasanya penafsiran atau
interpretasi tingkat kecerdasannya memiliki nilai 90-110. Hal itu saya dapatkan
dari hasil penelitian yang saya lakukan, karena setiap pertanyaan yang saya
ajukan tidak cepat dan tanggap ia jawab, bukan karena ia tidak bisa, namun
mungkin karena faktor lain yang mempengaruhinya seperti ia tidak mudah terbuka
kepada orang lain sehingga merasa malu menjawab pertanyaan orang lain yang
tidak begitu dekat dengannya.
b. Perkembangan EQ
Emotional
Intelligence atau Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk
mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan
mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang
lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai
reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang
lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi
seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock,
1994).
Melihat
sikap anak yang saya jadikan sampel seperti acuh tak acuh terhadap orang baru
yang berada disekitarnya, karena ia terlihat sangat malu-malu ketika ditanya-tanya
oleh orang baru. Ketika saya mencoba menarik perhatiannya dan memunculkan
emosinya dengan memberikan ice cream kepada saudara sepupunya, nampaknya ia
tidak peduli dan tidak berani menunjukkan langsung kekesalannya dihadapan orang
yang belum terbiasa berada disekitarnya. Ia berhasil menahan emosinya untuk
tidak marah dan merebut ice cream yang sebenarnya ia juga menginginkan ice
cream tersebut.
c. Perkembangan
SQ
Kecerdasan
spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat
internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada
di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam
versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia. Kecerdasan spiritual lebih
berurusan dengan pencerahan jiwa.
Mendengar
keterangan dari ibu si anak yang telah saya jadikan sampel penelitian, anak
tersebut nampaknya kurang dapat mengolah kecerdasan spiritualnya, kerena ia
tidak dapat menerima kenyataan dengan apa adanya dan tidak dapat memaknai
setiap kejadian dengan positif. Adapun kaitannya bahwa kecerdasan spiritual
berkaitan erat dengan pengolahan jiwa dan pendekatan kepada sang pencipta, anak
tersebut ketika ditanya apakah sudah sholat? Ia menjawab tidak. Mungkin hal ini
akibat dari faktor internal, nampaknya keluarganya pun tidak begitu antusias
dan memaksakan secara perlahan mengajarkan tentang kewajibannya untuk sholat
lima waktu. Keluarganya hanya terdiam dan menunggu kemauan si anak tersebut
untuk dapat melakukannya sendiri tanpa didampingi dan mengajarkannya.
1.3 Permasalahan
Yang Dihadapi
Dari
penelitian yang saya lakukan terhadap anak yang bernama Destri Milky Mareta
yang kerap dipanggil Dodo, adalah sebagai berikut:
a. Dodo adalah
anak yang manja dan tidak mau menerima keadaan. Karena apabila ia meminta uang
jajan dalam situasi apapun harus ada.
b. Dodo
memiliki sifat pemalu.
c. Dodo
termasuk orang yang suka memilih-milih teman dalam bergaul. Ia cenderung
memiliki sifat yang jutek.
d. Dia memiliki
sifat acuh tak acuh terhadap orang lain termasuk saya yang meneliti.
e. Ia sangat
senang sekali bermain, dan lebih mementingkan main dan jajan dari pada yang
lainnya, seperti minat belajarnya kurang.
1.4 Solusi Yang
Dapat Dilakukan Keluarga
a.
Seharusnya orang tua tidak terlalu menuruti apa yang
dia mau, agar anak dapat terbiasa menerima keadaan dalam situasi apapun.
b.
Sebaiknya orang tua dapat menegaskan kepada anak untuk
memiliki sifat berani agar anak dapat mengetahui perilaku yang berani dan tidak
takut.
c.
Orang tua juga harus mengawasi anak dalam bergaul,
agar perilaku anak tidak menyimpang, dan tidak memilih-milih teman dalam
bergaulnya.
d.
Orang tua juga dapat menegaskan kepada anak untuk
mengajarkan tentang etika yang baik, bagaimana cara menghargai orang lain.
e.
Sebaiknya orang tua tidak membiarkan anak bermain
diluar batas, orang tua juga harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan main
si anak dan kewajibannya untuk melaksanakan tugas-tugasnya seperti belajar,
mengaji, dan lain-lain.
BAB VI
PENUTUP
1.1 Simpulan
Dengan melakukan penelitian sederhana
terhadap anak usia sekolah dasar tentang perkembangan IQ, EQ, dan SQ, yang
mereka miliki. Nampaknya anak dalam usia 8 tahun yang telah saya teliti, kurang
begitu dapat mengolah kecerdasan tersebut. Dan ternyata, IQ bukanlah hasil
mutlak yang tidak dapat diganggu gugat tentang kecerdasan intelektual yang
seseorang miliki. IQ berhubungn tentang rasionalitas terhadap sesuatu,
sedangkan EQ adalah pikiran emosional yang digerakkan oleh emosi. Sementara SQ
itu sendiri merupakan kecerdasan yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual.
Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan
hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat
apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan
juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu.
Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan
dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
1.2 Saran
Dari fakta yang saya dapatkan
tentang perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak
usia SD
Sekiranya
kita sebagai calon tenaga pendidik harus mampu mengetahui tentang sikap dan
karakter anak agar mampu mengarahkan serta mencetak kepribadian anak menjadi
lebih baik dan sebagai mana mestinya.
Untuk
orang tua, janganlah membiarkan anak begitu saja tanpa kita mengontrol tentang
kecerdasan-kecerdasan IQ, EQ, dan SQ yang mereka miliki. Lebih perhatiakan
tentang perkembangannya, karena anak dalam usia sekolah dasar masih dapat kita
bentuk untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
WWW. /pengertian-iq-eq-sq-dan-rq.html
WWW.
/konsepsi-iq-eq-dan-sq-serta-implikasinya
WWW.
forum.detik.com
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1.1 Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan kepada anak ( sampel penelitian)
Ø Tes Potensi
Akademik
a. 1 + 1 = 2
b.
Dodo mempunyai uang sebesar Rp. 3000 dibelikan cireng
sebesar Rp. 1500, kemudian dibelikan lagi roti pisang keju sebesar Rp. 800.
Berapakah sisa uang jajan Dodo ?
c.
Ibu Fina mempunyai 5 orang anak, yang pertama bernama
Ana, kedua Ani, ketiga Inu, keempat Ina. Siapakah nama kelima anaknya ibu Fina
?
d.
Dodo bermain sepeda bersama 3 orang temannya. Posisi
pertama adalah hedem, kedua Oboy, dan ketiga Dodo. Kemudian Dodo menyalip Oboy.
Ada dinomor berapakah posisi Dodo sekarang?
Ø Tes Membaca
a.
Nama Saya Adalah Dodo, Hobi Saya Adalah Jajan.
b.
Saya Anak Yang Pintar dan Cita-cita Saya Adalah
Menjadi Guru.
1.2 Angket atau
Kuisioner yang ditujukan untuk Orang Tua
1.
Ketika anak menangis meminta uang jajan, lebih baik
kita mengabaikannya dan membiarkan anak tersebut menangis.
a.
Setuju
b.
Tidak Setuju
c.
Sangat Tidak Setuju
2.
Ketika anak membantah perintah Ibu sebaiknya anak
dimarahi dan diberikan hukuman.
a.
Setuju
b.
Tidak Setuju
c.
Sangat Tidak Setuju
3.
Seorang anak terus meminta uang untuk jajan dan Ibu
selalu mengabulkannya dengan alasan agar anak tidak menangis.
a.
Setuju
b.
Tidak Setuju
c.
Sangat Tidak Setuju
4.
Hal yang Ibu
lakukan ketika anak tidak mau belajar adalah diam dan menunggu anak mau
melakukannya sendiri.
a.
Setuju
b.
Tidak Setuju
c.
Sangat Tidak Setuju
Ø Foto anak
yang dijadikan sampel penelitian perkembangan IQ, EQ, dan SQ anak usia SD
bernama Destri Milky Mareta yang sering dipanggil Dodo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar